Minggu, 29 Januari 2012

Religion?!

Saya datang pertama kali ke benua Eropa, tepatnya di Belanda, negeri kincir angin yang sekarang sepertinya sudah menjadi negara kedua bagi saya. Saat itu, 22 Agustus 2011, untuk pertama kalinya saya menghirup udara Belanda yang memang dingin, sembari disuguhi pemandangan hijau dan airnya yang melimpah.
Ya, Belanda memang kaya akan air, sampai-sampai penanganannya pun sudah sangat canggih.
Air, sekalipun air keran, bisa di minum di sini.. dan saya rasa lebih segar daripada air mineral yang saya beli di Indonesia :D

Tapi, bukan ini yang akan saya bahas saat ini. Saya akan membahas tentang kehidupan agama di sini, yang kita tahu merupakan pembawa agama Kristiani terutama Katolik ke Indonesia. Romo-romo di Indonesia, sewaktu saya masih kecil, masih banyak yang dari Belanda (meskipun mereka sudah sepuh dan sekarang hampir tidak ada lagi). Kenyataan berbanding terbalim dengan apa yang saya bayangkan. Bila di Indonesia masih banyak seminari-seminari yang beroperasional, di Belanda, gereja Katolik masih sangat susah untuk bisa menyediakan Romo. Di Deventer, kota yang saya tinggali, 1 Romo bisa melayani sampai 12 gereja dan karenanya, kadang kala minggu tidak bisa kita rayakan dengan misa, melainkan hanya kumpul saudara seiman karena kurang adanya Romo.

Lalu bagaimana dengan umatnya? Sebelas dua belas. Umatnya kebanyakan yang hadir pada saat misa adalah para tua yang umumnya sudah tinggal di rumah jompo atau tinggal sendiri. Itupun, kapasitas gereja masih kosong lebih dari setengahnya. Miris sekali melihat keadaan di sini, sangat bertolak belakang dengan keadaan misa selama saya di Indonesia. Di Indonesia, telat datang misa saja sudah sulit untuk mendapatkan bangku kosong, sementara di Belanda, sangat sulit untuk mengundang kaum mudanya.

Di Belanda memang secara turun temurun, orang Belanda beragama Kristen atau Katolik. Saya mempunyai seorang kawan Belanda, dan beliau pun masih memiliki nama babtis yakni Yohanes Maria Vianney. Jangan salah dulu, kawan saya memang mempunyai nama Babtis, tetapi dia tidak terikat dengan salah satu gereja. Dia percaya adanya Tuhan, tetapi tidak mengimani satu agama pun.
Boleh jadi kita berpandangan sebelah mata terhadap kawan saya ini, ataupun jika menganut "pars-pro-toto" maka Anda akan berpikiran sama dengan orang Belanda yang lain.
Di kampus saya pun, ada tulisan besar membentuk kata "RELIGION" tapi jika diamati lebih dekat, setiap huruf yang menyusun kata tersebut adalah miniatur senjata api.
Wow, ada-ada saja ya.

Bagaimanapun, kita tidak boleh menghakimi mereka yang hidup di negara maju dan cenderung sekuler ini.
Sering kali mereka bersikap lebih baik dan beradab daripada kita yang menyatakan diri punya agama. Mereka mungkin tidak beragama, tetapi mereka sangat ramah, jujur, dan berjiwa sosial tinggi.
Di Belanda, teman saya yang tidak sengaja meninggalkan barang berharga mendapatkan kembali barangnya dengan utuh. Di Belanda, ketika saya bersepeda, tak jarang orang-orang akan menyapa saya walaupun saya tidak pernah mengenal mereka.

Kadang, timbul dalam benak saya, bahwa agama tidak menentukan tingkat keimanan dan baiknya seseorang. Semua agama itu baik dan orang yang tidak memiliki agama pun juga baik, karena itu sudah menjadi pilihan hidup mereka. Selama kita masih bisa hidup berdampingan, tidak perlu mengurusi urusan orang lain yang justru bisa menarik pelatuk angkara.

Salam sejahtera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar